Cari Blog Ini

Senin, 20 Desember 2010

Logo Google: Perpustakaan Raksasa Abad Ini

Sudah 12 tahun mesin pencari ini hadir di jagat maya dan langsung menjadi mesin pencari tiada banding.Pada Oktober 2004, Google meluncurkan bagian pertama “Google Print” sebagai projek yang ditujukan untuk kepentingan publikasi penerbit atas buku terbitannya kepada pengguna internet dengan bisa mengintip contoh-contoh halaman buku terbitan mereka. Disusul pada Desember, Google kembali meluncurkan bagian kedua “Google Print” yang merupakan projek bagi perpustakaan-perpustakaan untuk membangun sebuah perpustakaan digital dunia. Ambisi yang mesti dihormati. Dan dunia pun terkagum dengannya.
Selamat ulang tahun, Profesor Google. Dan kali ini, redaksi menurunkan kronik logo-logo Google yang muncul pada tahun 2010.

Edisi Ulang Tahun
Edisi Ulang Tahun

2010 03 04_OPINI_Senirupa_Logo Google Musik
Edisi Musik, 4 Maret 2010


Edisi 15 Juli 2010
Edisi 15 Juli 2010

Edisi Hari Bumi, 22 April 2010
Edisi Hari Bumi, 22 April 2010

Edisi Paskah, 2 April 2010
Edisi Paskah, 2 April 2010

Edisi Sains, 12 Maret 2010
Edisi Sains, 12 Maret 2010

Sejarah Seni Lukis Indonesia dari Mooi Indie Sampai ke Persagi

Agus Burhan I Yayasan Merapi Yogyakarta I 2000 I 176 hlm

Buku ini dijadikan salah satu contoh bentuk penelitian yang baik tentang seni rupa yang dimuat dalam buku R.M.Soedarsono, Metodologi Penelitian: Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Ia menampilkan sejarah panjang seni lukis di Hindia Belanda 1900-1942.
Awal abad ke-20, seni lukis pribumi mengalami perkembangan dalam bentuk organisasi hingga friksi aliran seni. Pada masa itu, muncul seni lukis gaya mooi indie (Indie/Hindia Belanda yang indah) yang dikritik habis Sudjojono dan kawan-kawan. Sudjojono kemudian ikut mendirikan kelompok Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) pada 1937. Kelompok ini mengusung gaya realisme kerakyatan, menentang kaum mooi indie.
Sudjojono adalah tokoh besar seni lukis Indonesia pada masa pergerakan nasional dan pada masa polemik kebudayaan tahun 1930-an. Ia dan kelompoknya ingin menampilkan seni lukis yang bernapaskan kerakyatan. Bukan hanya memenuhi selera golongan terbatas yang mengagumi Hindia Belanda dari keindahan saja. Ia sangat menentang pelukis-pelukis yang hanya menampilkan keindahan alam, gadis cantik, dan lain-lain. Basuki Abdullah yang tersohor sebagai pelukis istana, ia kecam habis-habisan.
Dalam sejarah, tampilnya seni lukis gaya mooi indie bukan merupakan satu fenomena tanpa kawan. Saat itu, di Hindia Belanda berkembang sebuah kebudayaan dan gaya hidup di lingkungan pejabat Belanda berdarah campuran yang disebut kebudayaan Indis, sebuah budaya campuran. (Kuncoro Hadi)
(Dinukil dari Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja 1999-2009, IBOEKOE, 2009)