Jogjakarta - Jika Anda sedang berkunjung ke Kota Jogjakarta Anda layak untuk mampir ke salah satu situs bersejarah di kota yang dikenal dengan wisata kuliner ‘gudeg’ ini. Taman Sari, namanya. Tempat ini populer sebagai tempat pemandian para raja yang berkuasa, yakni Sultan Jogjakarta beserta keluarganya pada jaman dahulu.
Taman Sari adalah salah satu warisan budaya kraton Jogjakarta yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya. Lokasinya hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Jogjakarta. Saat ini telah menjadi obyek wisata yang menarik bagi wisatawan domestik maupun asing. Apalagi sejak pemugaran dilakukan, Taman Sari semakin terlihat indah tanpa meninggalkan keunikan dan nilai-nilai sejarahnya.
Ketika wartawan Erabaru.net mengunjungi obyek ini pada Selasa (14/9) lalu, terlihat di pintu bagian belakang sedang dilakukan pembangunan lahan parkir yang cukup luas. Saat ini para pengunjung kesulitan mencari tempat parkir, apalagi bila pengunjung ramai seperti saat momen lebaran ini. Akhirnya wartawan Erabaru.net dan beberapa pengunjung lainnya memarkirkan kendaraan di lahan pribadi yang jaraknya cukup dekat dengan lokasi Taman Sari.
Untuk memasuki wilayah Taman Sari ini, Anda bisa melalui jalan belakang, karena jalan dari depan telah ditutup oleh padatnya rumah penduduk. Di pintu gerbangnya sudah terlihat beberapa orang guide yang siap mendampingi untuk berkeliling keseluruh wilayah Taman Sari dan menceritakan sejarahnya. Ongkos untuk guidenya pun terbilang murah.
Menurut Manto (55) salah seorang guide Taman Sari yang menemani Erabaru.net, konon Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono (HB) I atau sekitar akhir abad XVII M. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat. Namun makna-makna simbolik Jawa tetap dipertahankan dan lebih dominan.
Pemerintah Portugal bahkan mendanai renovasi Taman Sari ini sebesar Rp 1,6 milliar dan sisanya dari dana total yang dibutuhkan Rp 2,5 milliar untuk renovasi berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Membutuhkan waktu 6 bulan untuk menyelesaikan pemugaran bangunan tersebut. Menurut Manto Pangeran Charles dari Inggris pun memberikan bantuan guna pelestarian situs Taman Sari ini.
“Belum lama ini Pangeran Charles dari Inggris sempat berkunjung dan memberikan bantuan juga untuk merenovasi komplek Taman Sari ini. Dia sangat perhatian,” ujar Manto yang telah 32 tahun lamanya menjadi guide di lingkungan Taman Sari ini.
Taman Sari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar.
Lalu apa makna nama Taman Sari sendiri? Manto mengisahkan bahwa nama Taman Sari terdiri atas dua kata, yakni ‘Taman' yang berarti kebun yang ditanami bunga-bungaan, dan ‘Sari’ yang artinya indah, bunga.
“Taman Sari berarti suatu kompleks taman yang benar-benar indah atau asri. Menurut cerita tempat ini dulu dipakai oleh Sultan HB I yang mempunyai selir 20 orang untuk beristirahat dan rileks,” ujar Manto kepada Erabaru.net, saat melihat-lihat lokasi pemandian yang ramai dikunjungi pengunjung, pada Selasa (14/9) siang.
Salah satu sisi bagian Taman Sari, ada sebuah kolam yang tidak terlalu lebar, berukuran sekitar 12 x 30 meter dan kedalaman sekitar 1-2 meter. Kolam itu dihiasi beragam hiasan yang berbentuk unik yang menambah kesan kuno dan mistis dari bangunan ini.
Di sekitar lingkungan taman, ada sebuah lorong yang menurut cerita lorong ini merupakan lorong penghubung yang berakhir di Pantai Parang Kusumo di sekitar Parang Tritis. Konon raja-raja Jogjakarta selalu berhubungan dengan Ratu Pantai Laut Selatan (Nyi Roro Kidul). Lorong inilah jalur yang digunakan untuk melakukan pertemuan dengan Sang Ratu Kidul. Namun saat ini lorong tersebut sudah ditutup karena umurnya yang sangat tua.
Di sisi lainnya terdapat sebuah bangunan yang berbentuk lingkaran yang dipergunakan sebagai masjid oleh warga kraton. Bangunan masjid ini sangat unik karena berbentuk lingkaran dan berlantai dua dengan pintu yang menyerupai jendela di tiap lantai.
“Ini adalah masjid bawah tanah,” jelas Manto menekuni profesinya berkat didikan ayahnya, seorang abdi dalem kraton Jogjakarta.
Disebut demikian karena memang letaknya di bawah tanah. Pintu depan berbentuk persegi, tidak cukup besar, sehingga kita harus menundukkan kepala jika akan masuk. Setelah masuk nampak lorong bawah tanah yang berbentuk tangga. Cukup bersih dan dilengkapi dengan lampu penerangan meski belum difungsikan.
Di dalam ruangan yang melingkar tersebut terdapat tangga untuk naik ke lantai di atasnya. Di bawah tangga terdapat sebuah sumur yang digunakan sebagai tempat berwudhu, namun sekarang sumur tersebut sudah ditutup karena dikhawatirkan dapat membahayakan para pengunjung karena umur bangunan yang sudah sangat tua. Tembok-tembok yang menempel di kanan kiri banyak banyak yang sudah mengelupas dan sedang direnovasi.“Sayangnya bahan renovasinya sulit menyatu dengan tembok aslinya yang sudah berumur tua. Mungkin karena bahannya berbeda,” kata Manto sambil menunjukkan sisi tembok yang mengelupas dan baru direnovasi.
Ruangan lain di sisi pemandian, ada sisa bangunan tempat jamuan makan Sultan yang terletak berdampingan dengan Taman Sari dan Lorong ke Laut Selatan. Letak bangunan ini cukup tinggi diantara bangunan yang lain, sehingga pemandangan asri kota Jogjakarta terlihat dengan jelas.
Komponen-komponen di lingkungan Taman Sari tersebut disamping dipergunakan sebagai tempat peristirahatan dan pesanggrahan, namun juga diperuntukkan sebagai komponen pertahanan. Tembok-tembok tebal yang mengelilingi lokasi Taman Sari meski nampak tua namun masih terlihat kokoh. Cerita unik disampaikan Manto, saat terjadi bencana gempa bumi yang melanda Jogjakarta pada 2008 lalu. Gempa yang meluluhlantakan bagian selatan Jogjakarta itu, ternyata tembok-tembok kraton termasuk di lingkungan Taman Sari, masih mampu berdiri kokoh.
“Lihat saja tembok-tembok di Taman Sari ini tetap kokoh menahan guncangan gempa,” ungkap Manto yang berdomisili di lingkungan Taman Sari ini.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila banyak warga yang betah dan ingin tinggal di lingkungan kraton. Selain nilai sejarah dan keindahannya, kawasan Taman Sari juga dikenal dengan kerajinan batiknya. Anda dapat melihat langsung proses pembuatan batik-batik yang berupa lukisan maupun konveksi. Produk-produk itu dijual dan bisa sebagai cinderamata berkesan bagi para pengunjung.
Melihat faktor sejarah dan nilai-nilai budaya yang sedemikian bernilai, selayaknya situs Taman Sari yang merupakan salah satu dari 100 situs dunia yang paling terancam kepunahan ini dapat terus terjaga kelestariannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar